Drama Yai Mim vs Sahara: Dari Tanah Wakaf, Parkir Mobil, hingga Video Viral yang Menghukum Semua

Konflik Yai Mim dan Sahara di Malang viral karena video berguling. Berawal dari tanah wakaf yang dijadikan fasum lalu dipakai parkir mobil rental, berujung pengusiran warga dan kerugian semua pihak. Inilah kronologi lengkap, fakta, dan pelajaran penting agar kita lebih bijak di era digital.

NASIONALLITERASI DIGITALSOSIAL MEDIA

Tim Redaksi

9/30/20253 min read

Gambar: Ilustrasi perumahan dengan jalan lingkungan

Awal Persoalan: Fasum, Wakaf, dan Parkir

Konflik antara KH. Imam Muslimin (Yai Mim), mantan dosen UIN Malang, dan Nurul Sahara, tetangganya di Perumahan Joyogrand, Malang, bermula dari hal sederhana: lahan fasum di depan rumah.

Menurut istri Yai Mim, Rosida, tanah itu dibeli keluarga mereka pada 2007, lalu diwakafkan untuk warga agar berfungsi sebagai jalan atau fasilitas umum. Namun, menurut mereka, fasum tersebut kerap digunakan untuk parkir mobil rental milik Sahara atau bahkan berencana dijadikan kandang kambing.

Bagi keluarga Yai Mim, hal ini merusak fungsi wakaf. Sementara Sahara dan keluarganya meyakini fasum adalah milik bersama, sehingga bisa dimanfaatkan siapa saja.

👉 Dari perbedaan tafsir inilah gesekan muncul.

Emosi Memuncak: Pot dan Blokade Jalan

Merasa terganggu, Yai Mim melakukan aksi protes dengan menanam pot di fasum sebagai bentuk blokade. Ia ingin memberi pesan bahwa area itu bukan untuk kepentingan bisnis pribadi.

Namun, tindakan itu justru dipandang sebagian warga sebagai penghalangan jalan umum. Ketegangan pun semakin panas.

Viralitas: Video Berguling yang Membelah Opini

Situasi memuncak ketika pertengkaran Yai Mim dengan Sahara direkam dan diunggah ke media sosial. Dalam potongan video, Yai Mim terlihat berguling di tanah.

  • Bagi sebagian netizen, adegan itu dianggap “drama” atau pencitraan.

  • Bagi pendukung Yai Mim, video itu adalah hasil framing: potongan yang diberi musik provokatif untuk menjatuhkan martabatnya.

Tidak tinggal diam, Yai Mim mengunggah versi video lebih panjang. Di sana terlihat kursi yang dipegangnya ditendang orang lain, serta dialog keras antara dirinya dan tetangganya. Namun, publik sudah telanjur terbelah.

👉 Inilah potret nyata bagaimana sebuah potongan video bisa mengubah persepsi jutaan orang hanya dalam hitungan jam.

Imbas yang Berat: Semua Jadi Korban

Konflik ini bukan hanya soal tanah atau video. Ada kehidupan manusia nyata di baliknya:

  • Yai Mim & Rosida

    • Nama baik tercoreng.

    • Rapat warga bahkan memutuskan mereka diusir dari lingkungan.

    • Yai Mim memilih menonaktifkan diri dari UIN Malang, bukan dipecat, agar institusi tidak terbawa-bawa.

  • Sahara & Shofwan (suaminya)

    • Usaha rental mobil mereka terdampak.

    • Media sosial dipenuhi komentar negatif.

    • Nama keluarga tercoreng, anak-anak mereka ikut menanggung stigma.

  • Warga & Lingkungan

    • Suasana perumahan memanas.

    • RT, RW, hingga kelurahan harus turun tangan.

    • Masalah yang seharusnya bisa dibicarakan malah menjadi drama nasional.

👉 Dari sini terlihat: tidak ada yang benar-benar menang. Semua pihak justru jadi korban dari konflik yang membesar.

Mediasi yang Belum Tuntas

Info terbaru ketika artikel ini ditulis, Kelurahan sempat menjadwalkan mediasi antara Yai Mim dan Sahara, namun mediasi belum terlaksana karena Yai Mim sedang berada di luar kota (hadir dalam salah satu podcast di Jakarta-red). Mediasi akan dijadwalkan ulang, melibatkan warga, RT, dan RW, agar akar masalah bisa diselesaikan dengan dialog.

Ilustrasi dialog warga tingkat RT/RW

Analisa Sebab-Akibat: Dari Fasum ke Framing

  1. Tanah diwakafkan → digunakan parkir mobil → muncul gesekan.

  2. Yai Mim protes → menanam pot → dianggap menghalangi jalan.

  3. Pertengkaran terjadi → direkam → video dipotong.

  4. Video viral → opini publik terbentuk → reputasi hancur.

👉 Satu hal kecil bisa jadi besar karena emosi yang tak terkendali, aturan fasum yang tak jelas, dan kekuatan media sosial yang tak terbendung.

Pelajaran Penting untuk Kita Semua

  1. Video Potongan Bukan Kebenaran Utuh
    30 detik cuplikan tak bisa menjelaskan 30 tahun kehidupan seseorang.

  2. Tabayyun Sebelum Menyebar
    Jangan asal viralkan, karena bisa menghancurkan kehidupan orang lain.

  3. Emosi Bisa Membakar, Dialog Bisa Mendinginkan
    Konflik bisa diselesaikan lebih bijak lewat mediasi, bukan adu gengsi di depan kamera.

  4. Media Sosial Bukan Pengadilan
    “Netizen menghukum” sering lebih kejam dari proses hukum formal.

  5. Wakaf & Fasum Perlu Aturan Tertulis
    Agar tidak jadi sengketa, harus ada aturan tertulis tentang penggunaan fasum yang jelas.

Penutup: Mereka Bukan Sekadar Tontonan

Kasus Yai Mim vs Sahara mengajarkan kita bahwa setiap konflik yang viral bukan sekadar hiburan di timeline. Ada keluarga, ada anak-anak, ada harga diri, ada kehidupan sosial yang dipertaruhkan.

Sebuah video yang kita tonton sambil lalu, bisa berarti luka panjang bagi mereka yang ada di dalamnya.

Oleh karena itu, mari kita belajar: jangan cepat menghakimi, jangan mudah menyebarkan tanpa klarifikasi, dan jangan jadikan media sosial sebagai ruang pengadilan.

Karena sekali viral, kerugian bukan hanya milik satu pihak — tapi bisa menghukum semua orang.

Baca juga